Rabu, 02 Mei 2012

sejarah NU.............


Sejarah  NU?
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan “Nahdlatul Fikri” (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bidah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah maupun PSII di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka K.H. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Bagaimana pegambilan hukum bermashat di NU .?

SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN HUKUM
I. PROSEDUR PENJAWABAN MASALAH
Keputusan bahtsul masail di lingkungan NU dibuat dalam kerangka bermazhab kepada salah satu mazhab empat yang disepakati dan mengutamakan bermazhab secara qauli. Oleh karena itu, prosedur penjawaban masalah disusun dalam urutan sebagai berikut :
Dalam kasus ketika jawaban bias dicukupi oleh ibarat kitab dan disana terdapat hanya satu qaul/wajah, maka dipakailah qaul/wajah sebagaimana diterangkan dalam ibarat mereka.
Dalam kasus ketika jawaban bias dicukupi oleh ibarat kitab dan disana terdapat lebih dari satu qaul/wajah, maka dilakukan taqrir jama’i untuk memilih satu qaul/wajah.
Dalam kasus tidak ada satu qaul/wajah sama sekali yang memberikan penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilhaqul-masail bi nazha’iriha secara jama’i oleh para ahlinya.
Dalam kasus tidak ada satu qaul/wajah sama sekali dan tidak mungkin dilakukan ilhaq, maka bias dilakukan istinbath, jama’i dengan prosedur bermazhab secara manhaji oleh para ahlinya.
II. HIRARKI DAN SIFAT KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL
1. Seluruh keputusan bahtsul masail di lingkungan NU yang diambil dengan prosedur yang telah disepakati dalam keputusan ini, baik diselenggarakan dalam struktur organisasi maupun diluarnya mempunyai kedudukan yang sederajat dan tidak saling membatalkan.
Suatu hasil keputusan bahtsul masail dianggap mempunyai kekuatan daya ikat lebih tinggi setelah disahkan oleh Pengurus Besar Syuriah NU tanpa harus menunggu Munas Alim Ulama maupun Muktamar.
Sifat keputusan dalam bahtsul masail tingkat Munas dan Muktamar adalah
a. Mengesahkan rancangan keputusan yang telah dipersiapkan sebelumnya dan / atau,
b. Diperuntukkan bagi keputusan yang dinilai akan mempunyai dampak yang luas dalam segala bidang.

III. KERANGKA ANALISIS MASALAH
Terutama dalam memecahkan masalah sosisal, bahtsul masail hendaknya mempergunakan kerangka pembahasan masalah (yang sekaligus tercermin dalam hasil keputusan) antara lain sebagai berikut :
Analisa Masalah (sebab mengapa terjadi kasus ditinjau dari berbagai factor):
a. Faktor ekonomi
b. Faktor budaya
c. Foktor politik
d. Faktor social dan lainnya.
Analisa Dampak (dampak posistif dan negatif yang ditimbulkan oleh suatu kasus yang hendak dicari hukumnya ditinjau dari berbagai aspek), antara lain :
a. Secara sosial ekonomi.
b. Secara sosial budaya
c. Secara sosial politik
d. Dan lain-lain
Analisa Hukum (fatwa tentang suatu kasus setelah mempertimbangankan latar belakang dan dampaknya disegala bidang). Di samping putusan fiqh / yuridis formal, keputusan ini juga memperhatikan pertimbangan Islam dan hokum posistif.
a. Status hukum (al-ahkam al-khamsah / sah – batal)
b. Dasar dari ajaran Ahlussunah wal jamaah.
c. Hukum positif
Analisa Tindakan, Peran dan Pengawasan (apa yang harus dilakukan sebagai konsekuensi dari fatwa diatas). Kemudian siapa saja yang akan melakukan, bagaimana, kapan, dan dimana hal itu hendak dilakukan, serta bagaimana mekanisme pemantauan agar semua berjalan sesuai dengan rencana.
a. Jalur politik (berusaha pada jalur kewenangan negara dengan sasaran mempengaruhi lebijaksanaan pemerintah).
b. Jalur budaya (berusaa membangkitkan pengertian dan kesadaran masyarakat melalui berbagai media massa dan forum seperti pengajian dan lain-lain).
c. Jalur ekonomi (meningkatkan kesejahteraan masyarakat).
d. Jalur sosial lainnya (upaya meningkatkan kesehatan masyarakat, lingkungan dan seterusnya).


ISTILAH ISTILAH    -HARIQAH ALMUTABARAH,IPNU,FATAYAT ?
FATAYAT
Di tinjau dari segi bahasa, Fatayat berasal dari bahasa arab  “(Fatatun ) jamaknya “(Fatayatun ) yang artinya Pemudi. Adapun ditinjau dari segi istilah, Fatayat adalah suatu organisasi masyarakat yangberanggotakan pemudi pemudi islam berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah yang mempunyai kepemimpinan secara vertikal dari pengurus rantingsampai pucuk pimpinan dan dibawah naungan organisasi induk yaitu “Jamiyyah Nahdlatul Ulama”

IPNU
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama. Sebuah organisasi yang bersifat keterpelajaran, kekeluargaan, kemasyarakatan dan keagamaan yang berada dalam naungan Ormas Nahdlatul Ulama. Didirikan pada 24 Februari 1954 di Semarang dengan tujuan terbentuknya pelajar-pelajar bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, berakhlaq mulia dan berwawasan kebangsaan serta bertanggung jawab atas tegak dan terlaksananya syariat Islam menurut faham ahlussunnah wal jama'ah yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

HARIQAH ALMUTABARAH
Jika di andaikan sebuah rumah, maka Thariqat adalah pondasi paling bawah yang menjadi dasar bangunan besar Nahdlatul ulama. Kemudian pesantren, di lapis kedua, Nahdlatul ulama di lapis ketiga dan PKB mungkin di lapis paling atas dari struktur bangunan organisasi kemasyarakatan NU. "Karena masuknya Islam ke bumi Nusantara, diawali dengan masuknya thariqat, jadi thariqat adalah peletak dasar bangunan NU. Kekuatan inilah yang menjadikan NU mengakar di tengah-tengah jama'ah dan jamiyyahnya.
Al-Thariqah al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah adalah salah satu jamaah (kelompok) dari umat Islam, yang mengajak dan menuntut ditegakkannya syariat Allah, hidup di bawah naungan Islam, seperti yang diturunkan Allah kepada Rasulullah saw, dan diserukan oleh para salafush-shalih, bekerja dengannya dan untuknya, keyakinan yang bersih menghujam dalam sanubari, pemahaman yang benar yang merasuk dalam akal dan fikrah, syariah yang mengatur al-jawarih (anggota tubuh), perilaku dan politik. Mereka berdakwah kepada Allah. Dan komitmen dengan firman Allah Taala.


JELASKAN KONSEP AL HUSNAH AL-JAMAAH?
            Aswaja itu sebenarnya adalah singkatan dari Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Dalam istilah Ahlussunnah Wal-Jama’ah itu, ada tiga kata yang membentuknya. Ketiga kata itu adalah:1. Ahl, yang berarti keluarga, golongan atau pengikut.2. Al-Sunnah, yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah Maksudnya, semua yang datang dari Nabi, baik itu berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi 3. Al-Jama’ah, yang dimaksud dengan jama’ah disini adalah apa yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi pada masa Khulafaur Rasyidin (yaitu Khalifah Abu Bakr, Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib). Kata al-Jama’ah ini diambil dari sabda Rasulullah,مَنْ أَرَادَ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ. “Barang siapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di surga, maka hendaklah ia mengikuti al-jama’ah (kelompok mayoritas)”. Coba Nanti kamu lihat dalam kitab al-Mustadrak Juz I hal. 77 atau dalam Sunan Tirmiszi hadits no 2091. Hadits itu oleh Imam Hakim dianggap shohih dan disetujui oleh al-Hafizh al-Dzahabi.Ditempat yang lain Syaikh Abdul Qadir al-Jilani (471-561 H/1077-1166 M) juga menjelaskan :
 فَالسُّنَّةُ مَا سَنَّهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْجَمَاعَةُ مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي خِلاَفَةِ الأَئِمَّةِ الأَرْبَعَةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ (الغنية لطالبي طريق الحق، ج 1 ص 80)
“Al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan beliau). Sedangkan al-Jama‘ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi pada masa Khulafaur Rasyidin yang empat, yang telah diberi hidayah (mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada mereka semua” (Lihat dalam kitab Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq, juz I, hal. 80).Lebih jelas lagi, Hadlratusysyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari (1287-1336 H/1871-1947) menyebut-kan dalam kitabnya Ziyadat Ta’liqat (hal. 23-24) sebagai berikut:أَمَّا أَهْلُ السُّنَةِ فَهُمْ أَهْلُ التَّفْسِيرِ وَالْحَدِيْثِ وَالْفِقْهِ فَإِنَّهُمْ الْمُهْتَدُوْنَ الْمُتَمَسِّكُوْنَ بِسُنَّةِ النَّبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ والْخُلَفَاءِ بَعْدَهُ الرَّاشِدِيْنَ وَهُمْ الطَّائِفَةُ النَّاجِيَةُ قَالُوْا وَقَدْ اجْتَمَعَتْ الْيَوْمَ فِي مَذَاهِبَ أَرْبَعَةٍ الحَنَفِيُّوْنَ وَالشَّافِعِيُّوْنَ وَالْمَالِكِيُّوْنَ وَالْحَنْبَلِيُّوْنَ وَمَنْ كَانَ خَارِجًا عَنْ هَذِهِ الأَرْبَعَةِ فِي هَذَا الزَْمَانِ فَهُوَ مِنَ الْمُبْتَدِعَةِ “Adapun Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi B dan sunnah Khulafaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah). Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut Madzhab al-Hanafi, al-Syafi’i, al-Maliki dan al-Hanbali. Sedangkan orang-orang yang keluar dari madzhab empat tersebut pada masa sekarang adalah termasuk ahli bid’ah.”Dari definisi ini, dapat dipahami bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah bukanlah aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran yang menyimpang dari ajaran Islam yang hakiki. Tetapi Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah Islam yang murni sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi B dan sesuai dengan apa yang telah digariskan serta diamalkan oleh para sahabatnya. Kaitannya dengan pengamalan tiga sendi utama ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah mengikuti rumusan yang telah digariskan oleh ulama salaf. 1. Dalam bidang aqidah atau tauhid tercerminkan dalam rumusan yang digagas oleh Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi. 2. Dalam masalah amaliyah badaniyah terwujudkan dengan mengikuti madzhab empat, yakni Madzhab al-Hanafi, Madzhab al-Maliki, Madzhab al-Syafi`i, dan Madzhab al-Hanbali.3. Bidang tashawwuf mengikuti Imam al-Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M) dan Imam al-Ghazali Jika sekarang banyak kelompok yang mengaku sebagai penganut Ahlussunnah Wal-Jama’ah maka mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian bahwa ia bnar-benar telah mengamalkan Sunnah rasul dan Sahabatnya.
KONSEP-KONSEP AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH         
 [1]. Iman ialah ucapan dan peruntukan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Artinya, iman ialah ucapan hati dan lisan, serta peruntukan hati, lisan dan anggota badan. Ucapan hati, yaitu keyakinan dan kepercayaannya. Adapun ucapan lisan, yaitu pernyataannya, sedangkan peruntukan hati, yaitu kepatuhan, keikhlasan, ketaatan, kecintaan dan keinginan kpd segala amal shaleh. Adapun peruntukan anggota badan, yaitu melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan.
[2]. Barangsiapa yg menyatakan bahwa amal peruntukan tdk termasuk iman maka dia ialah seorang murji’. Barangsiapa yg memasukkan dalam iman sesuatu yg tdk termasuk di dalam maka dia ialah seorang mubtadi’ (orang yg melakukan bid’ah).
[3]. Barangsiapa tdk bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat maka dia tdk berhak memperoleh sebutan sebagai orang yg beriman. Dia juga tdk dihukumi sebagai orang yg beriman, baik di dunia maupun di akhirat.
[4]. Islam dan iman ialah dua sebutan dalam agama. Di antara kedua terdpt pengertian umum dan pengertian khusus. Ahlul Qiblah [1]disebut sebagai kaum muslimin.
[5]. Pelaku dosa besar tdk keluar dari keimanannya. Di dunia tetap beriman tetapi kurang imannya, sedangkan di akhirat dia berada di bawah masyi’ah Allah, arti bila Allah mengkehendaki, akan diampuni dan bila mengkehendaki sebalik maka dia akan disiksa sesuai dgn keadilanNya. Orang-orang yg mempunyai tauhid tempat kembali ialah surga. Sekalipun ada di antara mereka yg disiksa terlebih dulu tetapi tdk ada seorang pun dari mereka yg kekal di dalam neraka.
[6]. Tidak boleh menyatakan pasti bahwa si fulan termasuk ahli surga atau neraka, kecuali terhadap seseorang yg telah dinyatakan oleh nash demikian.
[7]. Kufur dalam bahasa agama ada dua macam. Pertama, kufur akbar, yaitu kufur yg menyebabkan seseorang keluar dari agama. Kedua, kufur ashghar, yaitu kufur yg tdk menyebabkan seseorang keluar dari agama. Kufur macam ini terkadang disebut juga dgn kufur ‘amali.
[8]. Takfir (pernyataan atau penghukuman terhadap seseorang bahwa dia menjadi kafir) termasuk hukum agama yg acuan ialah Kitab dan Sunnah. Karena itu kita tdk boleh takfir kpd seorang muslim krn suatu ucapan atau peruntukan bila tdk ada dalil syar’i yg menyatakan demikian. Suatu ucapan atau peruntukan yg dinyatakan sebagai kafir tdk mesti pelaku pun menjadi kafir, kecuali bila syarat-syarat terpenuhi dan tdk ada hal-hal yg menghalanginya. Takfir termasuk hukum paling serius. Karena itu kita hrs hati-hati dan waspada dalam mentakfirkan seorang muslim.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar