BAB 12
Model Penelitian Tafsir
A. PENGERTIAN TAFSIR DAN
FUNGSINYA
Kata "model"
yang ttrdapat pada judul di atas berarti contoh, acuan; ragam, atau macam.'
Sedangkari penelitian berard pemeriksaan, penyelidikan yang dilakukan dengan
berbagai cara secara saksama dengan tujuan mencari kebenaran-kebenaran objektif
}rang disimpulkan mefaIui data yang terkumpul. Kebc:naran-kebenaran o jektif
yang diperoleh tersebut kemudian digunakan sebagai dasar atau landasan untuk
pembaharuan; pengembangan atau perbaikan dalam masalah-masalah teoretis dan
praktis dalam bidang-bida.ng
pengeta5uan yang bersangkutan.
Adapun taf.sir bcrasal
(lad bahasa Arab, fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan,
pemahaman, dan perincian 3 Selain itu, tafsir dapat pula berarr.i al-idlah wu
al-tayin, yaitu penjelasan dan keterangan.4 Pendapat
lain mengatakan bahwa
F:ata tafsir sejajar dcnl;an timlr,tngan (rnrtzan) kata tafil,
diambildarikataalfasryang berartial-huyao (i)cnjc'I:+s:tn) clanal-kasyf yang
berarti membukaatau menyingkap; clan cl:y:tt p la cli;mnl)il clari kataaltafsarah,
yaitu istilah yang digunakan untuk su;mr :+I:u y;m}; Iri:ts:+ ciil;unakan oleh
dokter untuk mengetahui penyakit.'
Selanjutnya, pengertian
tafsirsebag:+im:ma clil
Dari beberapa definisi di
atas kita rnenemukan tiga ciri utama tafsir. I Periama, dilihat dari segi objek
pembahasannya adalah kitabullah (Alquran) yang di dalamnya terkandung 6rman
Allah Swt. yang diturunkan oleh Allah
kcpsufa Nal)i Muhunmad
Saw. melalui malaikatJibril. Kedua, dilihatdarisegi
tuju:utnya adalah untuk menjelaskan,
menerangkan, menyingkapkan dungan Alqurrn) sc'liiy„s;aclapat di jumpai hikmah;
hukum, ketetapan, danajaran yang terk:nclury; di dalamnya. Ketiga, dilihat dari
segi sifat dan kedudukanm,a a(f.vlal) hasil pcnalaran, kajian, dan ijtihed para
mufassiryangdidasar',can pada kcs:+npt;yrut d:tn kcmarnpuan yang dimilikinya,
schinnc;a suatu saat dapat ditinjatt k'c'mlnli.
~ ()cy;:un clemikian, secara singkat dapat
diambil suatu pengertian bahwa yang clin):+ksml clcnl;an model lcnelitian
I31fSlr ada1111 Sllatll COntOh, ragam, acuan at:+u nnacv:un d:u-i pcnyclidikan
sccara saksama tcrhadap pcnafsiran Alduran yang pern:th dilakukan gene-asi
fc.dalmlu un:uk diketahui se,.-ara past i tentang be rlr.tf;ai h al yang terkait dengannya. ,
Objek pembahasan tafsir, yaitu Alquran
merupakan sumber ajaran Islam. Kitab suci ini menempati posisi sentral, bukan
saja dalam perkembangan dan pengcmbangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga
mervpakan inspirator, pemandu ger:tk:m-gcrtkan umat Islam sepanjang lima belas abad sejarah
pergerak:tn urrrU ini.'° 13erdasarkan kedudukan dan peran Alquran tersebut.
Quraisl) Shilr+l) mcngatakan jikademikian halnya, pemahaman terhadapa}^atayat
Alcluran, mclalui penafsiran-penafsirannya, mempunyai peranan sangat be-sir
lrtgi maju mundurnya umat, sekaligus dapat mencerminkan perkembangan scrta
corak pemikiran mereka."'y
B. LATAR BELAKANG PENELITIAPJ TAFSIR
nilihat dari segi usianya, penafsiran
Alquran termasuk yang paling tua dibandingk m dengan kegiatan ilmiah lainnya
dalam Islam. Pada saat Alquran cliturunkan lima belas abad yang lalu, Rasulullah Saw.
yang berfungsi sebagai
mubayyin (perrrberi
penjelasan) telah menjelaskan arti dan kandunga~ Alquran kepada
sahabat-sahabatnya, khususnya menyangkut ayat=ayat yang tidak dipahami atau
sama artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasulullah,
walaulun harus diakui Uahwa pcnjclasan tcrsebut ticfak semua kita ketahui,
sebagai akibat dari tidal. samhainya°riwayat-riwayat tentangnya atau karena
memang Rasul Saw. sendiri tidak menjclaskan sernua i
Kalau pada masa Rasul
Saw., para sahalru nunanyakan persoalanpersoalan yang tidak jelas kepada
beliau, maka setclah wafatnya mereka terpaksa melakukan ijtihad, khususnya
mereka yang mempunyai kemam
puan semacam Ali bin Abi Thalib, lbn
'Abbas, lJhay bin Ka'ab dan Ihn Mas'ud. ,
Sement.ara itu ada pula
sahabat yang menanyakan beberapa masalah, khususnya sejarah nabi-nabi atau
kisah-kisah yang tercantum dalam Alquran kepada tokoh-tokoh Ahlul-Kitab (kaum
`t'ahudi dan Nasrani) yang telah memeluk agama Islam, seperti Abdullah bin
Salam, Ka'ab Al-Akhbar. Inilah yang selanjutnya mempakan henih lahirnva I
,railiyat.'Z
Di samping itu, para
tokoh tafsir dari kalangan sahabat yang disebutkan di atas mempunyai
murid-murid dari para tabi'in khu;;::~:;aa di kota-kota ,tempat mereka tinggal,
sehingga lahirlah tokoh-tolcoh tafsir baru dari kalangan tabi'in di kota-kota
tersebut, seperti (a) Sa'id bin Jubair, Mujahid bin jabr, di Makkah, yang
ketika itu berguru kepada Ibn 'Abbas; (b) Muharnmad bin Ka'ab, Zaid bin Aslam,
di Madinah yang ketika itu bcrguru kepada [Jbay bin Ka'ab, dan (c) Al-Hasan
AI-Bashriy, Amir AI-Sya'bi, di Irak yang ketika itu bengttru kepda Abdullah bin
Mas'ud.
Gaburrgan dari ketiga
sumber di atas, yaitu penafsiran Rasulullah Saw., pettafsiran sahabat-sahabat,
serta penafsiran tabi'in dikelompokkan menjadi saett kelompok yang selanjutnya
dijadikan periode pertama dari perkembatgan tafsir.
Berlakunya periode penama
tetsebut dengan berakhirnya masa tabi'in, sekitar tahun 150 H., merupakan
periode kedua dari sejarah perkembangan tafsir.
Pada pcricdc kedua ini,
hadis-hadis telah beredar sedemikian pesatny din hcrmunculanlah hadis-hadis
palsu dan lemah di tengah-tengah masyar3kat. Sementara itu,
perubahan-perubahan sosial semakin menonjol dan timbullah beberapa persoalan
yang belum pernah terjadi atau dipersoalkan pada masa Nabi Muhammad Saw., para
sahabat dan tabi'in.
Pada mulanya, usaha
penafsiran ayat-ayat Alquran berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas dan
terikat dengan kaidah-kaidah bahasa serta srrti-arti yang tcrk:mdung oleh satu
kosakata. Namun, sejalan dengan lajunva perkembangan masyarakat, berkembang dan
bertambah besar pula porsi peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat
Alquran, sehingga bermunculanlah berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka
ragam coraknya. Keragaman tersebut ditunjang pula oleh Alquran, yang
keadaannya seperti dikatukan ole•h 'Abdullah Darraz dalam Al-Naba'Al-rlzhim:
"Bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan'cahaya yang berbeda
dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain, dan tidak rnustahil jika anda
mempcrsilahkan orang lain memandangnya, ia akan melihat lebih banyak dari apa
yang anda lihat."
Muhammad Arkoun, seorang
pemikir Aljarair kontemporer, menulis lnhwa: "Al-Qtrtan memberikan
kemungkinan-kemungkinan arti yang tidak tcdbatas. Kesan yang diberikan oleh
ayat-ayatnya mengenai pemikiran cbtn penje.asan pada tingkat wujud adalah
mutlak. Dengan demikian, ayat seialu terbuka (uruuk interpretasi) baru, tidak
pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal."'3
Berdasarkan pada adanya
upaya penafsiran Alquran dari sejak zaman Kasulullah Saw. hingga dewasa ini,
serta adanya sifat dari kandungan Alquran yang terus-.nenerus memancarkan
cahaya kebenarrn itulah yang mendorong
timbulnya dua lcegiatan. Per-tama,
kegiatan penelitian di sekitar produkproduk penafsiran yang dilakukan generasi
terdahulu; clan kedat(j, kegiatan penafsiran Alquran itu sendiri.
C. MODEL-MODEL PENELITIAN TAFSIR
Dalam kajian kepustakaan
da pat dijumpai berUagai hasil penelitian pata pakar Alquran terfladsi() produk
tafsir yang clil:rkukan generasi tcrdahulu. j , Masing-masing peneliti tclah
mengembangkan model -model penelitian tafsir terscbut lengkap dengan
hasil-hasilnya. I3erikut ini akan kita kemukakan beberapa model penafsiran
Alquran yang dilakukan 17ara ulama tafsir, sebagai berikut.
1. Model Qiiraisb,515ibab
H.M. Qur,rish Shihah
(lahir th. 1944) -pakar di hidang Tafsir dan Hadis se-Asia 1'enggara-, tclah
banyak rnelakukan penelitian terhadalo berbagai karya ulama terdahulu di bidang
tafsir. la, misalnya, telah meneliti tafsir
karangan Muhammad Abduh dan H. Rasyid
Ridla, dcngan judul Studi Krltu Tafsir AI-Manar karya Muhammad Abduh clan
Rasyid Ridha yang telah diterbitkan dalam bentuk buku oleh Pustaka Hidayah pada
tahun 1994. Model penelitia.n tafsir ),ang dikembangkan oleh H.M. Quraish
Shihab lebih banyak bersifat t°ksploratif, deskriptif, analitis, dan
perbandingan. Yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin
produk tafsir yang dilakukan ulama-uLama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai
literatur tafsir baik yang bersifat primer, yakni yang ditulis oleh ulama
tafsir yang bersangkutan, maupun uJama lainnya. Data-data yang dihasilkan dari
berbagai literatur tersebut kemudian dic:eskripsikan secara lengkap serta
dianalisis dengan menggunakan pendekatan kategorisasi clan perbandingan.
Hasil penelitian H.M.
Quraish Shihab terhadap Tafsir al-Manar Muhamniad Abduh, misalnya menyatakan
bahwa Syaikh Muhammad Abduh (18491909) adalah salah seorang ahli tafsir yang
banyak mengandalkan akal, menganut prinsip tidak menafsirkan ayat-ayat y-ang
kandungannya tidak terjangnau oleh pikiran manusia, tidak pula ayat-ayat yang
samar atau tidak terperinci dalam Alquran. Ketika menafsirkan firman Allah
dalam Alquran surat 101 ayat 6-7 tentang "timbangan amal perbuatan di Hari
Kemudian", Abduh menulis "Cara Tuhan dalam menimbang amal perbuatan,
dan apa yang wajar diter-ima scbagai balasan pada hari itu, tiada lain kecuali
am dasar apa yang diketahui oIcIrNya, bukan atas dasar apa yang kita ketahui,
maka hendaklah kita mcnyci ahkan permasalahannya hanya kepada Allah Swn.
atasdasar keimarian." Balkan, 'Alxiuh terkadang tidak mengura'ikan arti
satu kosakata yang tidak jelas clan menganjurkan untuk tidak perlu membahasnya,
sebagaimana sikap yang ditempuh sahabat 'Umar bin Khaththab ketika membaca abba
dalam surat
Abasa (QS 80: 32) )rang berbica!-a tentang aneka ragam niksnat "I'uhan kepada
rnakhluk-makhluk-Nya.''
Selanjutnya, dengan tidak
memfokuskan pada tokoh tertentu, Quraish Shihaf telah meneliti hampir seluruh
karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu. Dari penelitian tersebut
telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang bcrkenaan dengan tafsir. Antara lain
tentang: (1) periodesasi pertumbuhan clan perkembangan tafsir, (2) corak-corak
penafsiran, (3) macammacam metode penafsiran Alquran, (4) syzrat-syarat dalam
menafsirkan Alqtrran, dan (5) hubungan tafsir modemisasi. Berfiagai aspek yang
berkaitan dengan penafsiran Alquran ini dapat dikemukakan serara singkat
sebagai berikut.
a. Periodesasi Pertumbuhan dan
Perkembangan 'I'afsir
, Menurut hasil penelitian Quraish, jika
tafsirdilihat darisegi penulisannya (kodifikasi), perkembangan tafsir dapat
dibagi ke dalam tiga periode.
"Syaikh Muhammad Abduh, TajsirJuz
Anima, (Mesir: Uar al-Hili, 1967), hlm. 189. 15 ibid., hlm. 26.
Periode 1, yaitu masa Rasulullah, sahabat
clan permulaan tabi'in, di man tafsir belum tertulis clan secara urnum
periwayatan ketika itu tersebar secar lisan. Periode 11, bermula dengan
kodifikasi hadis secara resmi pada mas pemerintahan 'Umar bin Abdul 'Arir
(99-101 I-1.) di, mana tafsir ketika it, ditulis bergabung dengan penulisan
hadis, clan diiiimpun dalam satu bab sepeRibab-babhadis walaupun tentuny;r
pen.,fsiranyanf;climlisitu umumny adalah'I'afsirbial-Ma'tsur.Periodelll,
dimulai dcnf;an pcnyusunan kitab-kitab tafsirsec:ara khusus dan berdiri
scndiri, olch scmcnt,rra V111! menduga dimulai oleh Al-Fan-a (w. 207 I-i.)
dengan kitabnya loerjudul Ma'ani Alquran.'6
Pereodeisasi tersebut masih dapat
ditamlr,rhkan lagi dengan periode kcempat, yaitu periode munculnya Ixrr.r
I>encliti t:rfsir yang mernbukukan hasil penelitiannya itu, sehingga dahat
membantu masyarakat men;enal
karya-karya tafsir }-dng ditulis oleh
ularna pada periode sebelumnya dengan mudah.
Berdasarkan hasil penelitiannya. Quraish
Shihab mengatakan bahwa corak-corak penafsiran yang dikenal selama ini antara
lain: (a) Corak Sastra Babasa, yang timbul akibat kelemahan-ke:emahan orang
Arab sendiri di
bidang sastra, sehingga dirasakan
kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman
arti kandungan Alquran di bdang ini. (b) Corak Filsafatdan Teologi, akibat
penerjemahan kitab filsafat rang meTnpengaruhi sementara pihaK, serta akibat
masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islarn yang dengan sa.dar atau
tidak masih memIerrapi beberapa hal dari kepercayaan lama mereka.. Kesemuanya
menimbulkan pendapat setuju atau tidak setuju yang tercermin dalam penafsiran
mereka (c) Corak Penafsiran Ilmiah, akibat kemajuan ilmu'pengetahuao dm usaha
penafsir.untuk memahami ayat-ayat Alquran sejalan dengan pakembangan ilmu. (d)
Cor`ak Fiqih atau Hukum, akibat berkernbangnya
'rfi.M. Quraish Shihab, Membumikan
Al-Qur'an, op. cit., him. 73.
model PenelitianTajsir 217
ilmu fiqih, dan terbentuknya mazhab-mazhab
fiqih, yang seuap golongan . berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya
berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum. (e) Corak
Tasaevuf, akibat timbulnya gerakan-gerakan sufi sebagai reaksi terhadap
kecenderungan berbal;;ti pihak terhadap mated atau sebal;ai kompens:tsi
terhadap kelemahan yang dirasakan. (f) Bermula pada masa Syaikh Muhammad 'Abduh
(18491905 M.), corak-coral: tersebut mulai berkucang dan perhatian lebih
banyak rcrtuju kepaaa corak sastra budaya kemasyarakatan. Yakni satu corak
taf.siryang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Alquran yang ber::caitan
langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulangi
pcnyakit-penyakitatau masalah-masalah mereka berdatiarkan petunjuk ayat-tiyat,
dcngan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam Mhasa yang mudah
dimengerti tapi indah r:iidengar."
c. Macam-macam Metode Penafsiran Alquran
Mcnurut hasil penelitian Quraish Shihab,
bermacam-maram metodologi tafsir dan coraknya telah diperkenalkan clan
diterapkan oleh pakar-pakar Alduran. Mctode penafsiran Alquran tersebut secara
garis besar dapat dibagi
c;ua bagian yaitu corak ma'tsur (riwayat)
dan corak penalaran. Kedua macam metcxlc ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
1) Goruk Ma'tsur (Riwayat)
Kalau kita mengamati metode penafsiran
sahabat-sahabat Nabi Saw., ditemukan bahwa padadasamya-setelahgagal menemukan
penjelasan vabi Saw., mcreka merujuk kepada penggunaan bahasa dan
syair-syairArab. Cukup
banyak contoh yang dapatdikemukakan
tentang hal ini, misalnya Umarr*ln. AIIChathab pernah bertanya tentang arti
takhawwuf dalam firman A11&- .Auw ya'khuzahum 'ala takhawwuf (QS 16:47).
Seorang Arab dari kabilah Hmail menjelaskan artinya adalah
"pengurangan". Arti ini berdasarkan penggu-naan
"Ibid., him. 73.
model Penelitian Tafsir 219
bahasa yang dibuktikan dengan ;yair
pra-Islam. Uniai- ketilca itu puas clan menganjurkan
untukmempelajarisyair-syairtersebut dalam r-angkame,nahami Alquran.
Setelah masa sahabat pun, para tabi'in dan
(6(4 al-tahi'in, masih mengandalkan metode periwayatan dan kchallas,tan sclcrti
sebelumnya. Kalaulah kitaberpendapat bahu,aAl-Farra' (w. 207) meruhakan
orangpertama
yang mendiktekan tafsirnyaMa'anihQur'atr,
dari f.1fsll'ny
Metode Ma'tsur (riwayat) tersebut memiliki
keistimewaan antara lain: (a) Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami
Alquran; (b) Memaparkan ketelitian redaksiay-dt ketika.nu_nyarnpaikan
pesan-pesannya; (c) Mengrkat
mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat
sehingga membatasinya terjerurriirs dalam subyektivitas berlebihan. Sedangkan
kelemalaannva antara lain: (a) Teyerumusnya sang mujassir ke dalaru uraian
kcbalr
2) Metode Penalaran: Pendekatan dan
Corak-coraknya
Iianyak rara, pendekatan dan corak tafsir
yang rnengandalkan nalar, sehingga akan sangat luas pembahasannya apabila kita
bermaksud mene
'elbid., hlm. 84. Pendekatan-pendekatan
fiqhiyah yang bersifat lahiriah, atomistis clan ubitrer, dalam kenyataannya, telah
nienimbulkan kesulitan besar sehubungan dengan doktrin bahwa Alquran mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia, karena pcnafsiran-penafsiran
semaam ini tentunya menghasilkan perangkat
legalisasi yang terbatas. Dan keterbatasan inilah yang menyebabkan dijadikannya
sumber-sumber lainnya untuk memperluas cakupan hukum Islam. Lihat Taufik Adnan
Amal clan Syamsu Rizal Panggabcan, Tafsir Kontekstuat At,Quran, (Bandung:
Mizan, 1990), cet. II, hlm. 32.
IusurinYa satu per satu. Untuk itu,
agaknya akan lebih mudah clan efisien, bila bertitik tolak dari pandangan
Al-Farmawi yang membagi metode tafsir yang bercorak penalaran ini kepada empat
macam metode, yaitu tahlily, ij»raly ,rruyarzn dan maztdlzt'iy. Keempat macam
metode penafsiran yang bertitik tolak pada penalaran ini dapat dikemukakan
sebagai berikut.
Mc°tode Tahlily
Metode tahlily atau yang dinamai oleh
Badir Al-Shadr scbagai metode tajzi'iy adalah satu metode tafsir yang
mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai
seginy dengan
rnemperhatikan nrntutan ayat-ayat Alquran
sebagaimana tercantum di dalam mrishhaf. Dalam hubungan ini mujassir mulai dari
ayt-ke ayat berikutnya, atau dari surat ke surat ~erikutnya dengan mengikuti urutan ayat atau surat sesuai dengan yang
termaktub di dalam mztshbaf. Segala segi yang dianggap perlu oleh seorang
mufassirtajzi'iy/tahlily diuraikan. Yaitu bermula dari kosakata, asbab
al-nztzul, rnunasabat, dan lain-lain yang ber~aitan dengan teks atau kandungan
ayat.
Setelah semua langkah yang tersebut di atas
sudah ditempuh, rnztfassir tahlily lalu menjelaskan seluruh aspek dari semua
penafsiran dan penjelasannya di atas dan kemodian ia memberlkan penjelasan
final mengenai isi dan maksud ayat Alquran tersebut.
Kelebihan metode ini antara lain adany
potensi untuk rr.emperk;tya arti kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap
kosakat2 asat, syair-syair kuno dan kaidah-kaidah ilmu nahwu. Penafsirannya
mem-ang
kut segala aspek yang dapat ditemukan oleh
nntfassir dalam setizp avat. Analisis ayat dilakukan secara Mendalam sejalan
dengan keahlian, kemampuan clan kecenderungan mufassir. Metode ini, walaupun
dinilai luas, namun tidak menyelesaikan pokok bahasan, karena seringkali satu
pokok bahasan diuraikan sisinya atau kelanjutannya pada ayat lain."
'91bid., hlm. 86.
Cara penafsiran ayat-ayat dalam 7'af.sir
al-tiasysyaf karangan Al. Zamakhsyari dan Tafsiral-Kabir karanF;an AI-ILrri,
I>iasanya dijadikati_. sebagai contoh untuk memahami tafsir dcngan car;v
tah/ily. Berikut itu~ ,
antara lain contoh tersebut ¢alam ayat 164
sur4t AI-Nisa (r~~a kallama! lab lLlusa takhma= . y ~ l
(~S% c,-Wy-Q -t.:.•l ,.~dr ~ ) dapat kita
, lihat tafsirnya dalam kedua kitab rafsir di alas. AI-'l.amakhsyari, dengan
melakukan penafsiran kosakata, men);:rrtikan Iafal kallarrta dengan al jarh.
Dengan demikian, ayat tersclnn clibcri arti dan "Allah
telah melukaiMusa dengan kuku-kuku ujian
d,rn wobaan-cobaan hidup". Untuk ayat clan lafal' yang sama, AI-ILrzi
tctap ntcmakai arti umum, yaitu berbicara. Sehingga penafsiran yang clihcokan
oleh Al-Razi kepada ayat tersebut seperti penafsiran yang sclama ini dikepal,
yaitu bahwa Allah berbicara kepada Musa.
b) Metode Ijmali
Metode Ijmali atau disebut juga dengan
metode global adalah cara menafsirkan ayat-ayatAlquran dengan rnenunjukkan
kandungan rnakna yang terdapat pada suatu a.yat secar,r global. Dalam
praktiknya metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlily karena itu
seringkali metode ini tidak dibahas secara tersendiri. Dengan metode ini
seorang mujassir cukup den-an menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat
tersebut secara garis besar saja.
c) Metode tVfuqarin
Metode muqarin adalah suatu metode tafsir
Alduran yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat Alqurtn yang satu
dervgan lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kerniripan redaksi dalam dua
atau lebih kasus yang bzrbeda, clan atauyang memiliki redaksi yang berbeda
tantuk masalah atau kasus yang sarna atau diduga sama, dan atau mernbandingkan
ayat-ayat Alquran dengan hadis-hadis Nabi ` Mnhammad Saw., yang tampak
bertentangan, serta mcmbandingkan .;, pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut
penafsir-an Alquran. - - ,,
Sejalan dengan kerangka
tersebutdiatas, maka prosedurpmafsiran dcngan c:ara muqarin tersebut dilakukan
sebagai berikut.
(1) Menginventarisasi ayat-ayat yang
mempunyai kesamaan dan kcmiripan redaksi;
(2) Mcncliti kasus yang Lerkaitan dengan
ayat-ayat tersebut;
(3) Mcngadakan penafsiran. Contoh:
1)u;t ayat rcrscbut
redaksinya kelihatan mirip, bahkan sana-sama mcnjclaskan pertolongan Allah
kepada kaum Muslimin ketika relawan musuh-musuhnya, namun berbeda pada hal-hal
sebagai beri);:.--L- Surat
AI-Anfal (1) Mcndahulukan kata `t:
daripada ~~ (2) =nakai
k.rt:r ul (3) Berbicara mengenai perang
Badar. Surat
l.li 'Irr-can: (1)
Memakai kata ~ (2) Berbicara tentang
perang Uhud.
Keterdahuluan kata ~ clan penambahan kata
ul da=- ayat pcrtama diduga keras sebagai tauhid terhadap kandungan utama ayat,
yakni bantuan dari Allah pada perang Badar, mengingat perang igu yang pertama,
dan jumlah kaum Muslirn:in sedikit.
Dalam perang Uhud, tauhid itu ti*
dipedukan, sehaci pengalaman perang sudah ada, clan umat Islam sudah banyak,
clan p=akaian kata di sini menandakan kegembiraan itu hanya bagi sahabaa, bukan
kegembiraan abadi seperti kasus ayat pertama. -
Metode Maudlu'iy
Salah satu pesan Ali bin Abi Thalib
adalah: "Ajaklah Alquran berbicara atau biarkan ia menguraikan
maksudnq". Pesan ini antara lain mengharuskan penafsir merujuk kepada
Alquran dalam rangka
memahami L:Jungannya. Dari sini lahir
metode rnaatdlu'iy di mana mufasirrrya berupaya menghimpun ayat-ayat Alquran
dari berbagai surat
yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya. Kemudian
penafsir membahas dan rnenganalisis kandungan ayat-ayat tersebut sehingga
menjacfi satu kesatuan yang utuh.z°
Adanya metode penafsiran d'engan rar.r
tcnuoik tcr:sclno, mcnuno Quraish Shihab berasal dari ri;rhmud Syaltout. Dalam
hubungan ini Quraish Shittab mengatakan, bahwa pada bulan f uli 1960, Syaikh
Mallmud Syaltout menyusun kitab tafsir ber7uciul TafsirAlquran al-Kar7rn, dalarn
bentuk penerapan ide yang dikemukakan oleh AI-Syatibi (w.1388 M.) yaitu bahwa
setiap surat, walaupun masalah-masalah yang dikemukakan bPrbeda, ada satu
sentral yang mengikat clan menghubungkan masalah-masalah yang berbeda-beda
tersebut. Berdasarkan ide AI-Syatibi tersebut, Syaltout tid.ak lagi
menafsirkan ayat demi ayat; tetapi membahas surat
demi surat, atau bagian-bagian tertentu dalarn
>atu surat, kemudian merangkainya dengan tema
sentral yang terdapat dalarn satu surat
tetsebut.
Namun menurut Quraish Shihab, apa yang
ditempuh oleh Syaltout belum menjadikan pembahasan tentang petunjiik Alquran
dipaparkan dalarn bentuk menyeluruh, karena seperti dikemukakan di atas, bahwa
satu masalah dapat ditemukan dalarn
berbagai surat.
Atas dasar ini lhl6u1 ide untuk menghimpun semtia ayat yang berbicara teniang
satu tertentu, kemudian mengaitkan satu dengan yang lain, clan ~,Kkan secara
utuh clan menyeluruh. Ide ini di Mesir dikembang1ebh }artjut oleh Prof. Dr.
Sayyid Al-Kumiy pada akhir tahun enam
. Ide ini pada hakikatnya
merupakan kelanjutan dari metode rnaudlu'iy gaya Mahmud Syaltout di atas.z'
Berdasarkan data tersebut, Quraish Shihab
sampai pada kesimpulan bahwa metode maudlu'zy mempunya_ dua p°ngertian.
Pertama, penafsiran menyangkut satu surat
dalarn Alquran dqngan menjelaskan
mjuan-tujuannya secara umum dan yang
merupakan tema sentralnp,
sertamenghubungkanpersoalan-persoalanyangberanekaragam dalam surat
tdsebut antara satu dengan lainnya dan juga dengan tema tersehut, sehingga
satu surat
tersebut dengan berbagai masalahnya mempakan satu kesatuan yang
tidakterpisahkan. h'edua, penafsiran yang bcrrnula dari menghimpun
alit-av:rt:Uqur.tn yang mcmbahas Saw masalah tertentu dari berbagai ayat atau surat Alqurrn clan yng
sedapat mungkin diurut sesuai dengan urutan turunnya, kemudian menjelaskan
pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut, guna menarik petunjuk Alquran
secara utuh tentang masalah yang dibahas itu.
Berbagai metode penafsiran Alquran
tersebut bagi Quraish Shihab bukan Ilanya 'sekadar- teoti atau pengetahuan
belaka sebagaimana pada umumnya yang dimiliki para pakar, tetapi telah
dipraktekkannya dalarn kegiatan
menafsirkan Alquran. la misalnya menulis buku Mahkota
Tuntutan Ilahi (terhitan Untagama tanpa tahun) yang isinya adalah tafsir Surat
Al-Fatihah. Sementar-a bukunya yang lain sepettiMemburtaikanAl-Qur an
danWawasan Al-Qur'an, yang diterbitkan Mizan di tahun 90-an berisi pembahasan
tentang berbagai masalah sosial kemasyarakatan dengan menggunakan metode tematik.
"Di beberapa negara Islam setain
Mesir, demikian Quraish Shihab mengatalan, para pakarnya juga melakukan
upaya-upaya penafsiran Al9uran dengan menggunakan metode ini. Muhammad Baqir
al-Shadr menulis utaian menyangkut tafsir tentang hukum-hukum sejaratt
dalam Nquran dengan menggunakarr metode
yang mirip dengan metode ini, dan menamakannya dcngan metode tauhidy
(kesatuan). Belakangan Shubhi 'Abd al-Ra'ui'Ashr menulis kitab berjudul
at-Mu;%am at-Aiaudlu'iy ti Ayat
Yt!-Qur'an at-Karim, )ang isinya
berupa himpunan ayat-ayat Qur'an dengan gap susunan maudlu'iy.
224 Metodologi Studi Islam
2. Model Ahmad Al-Syarbashi
Padatahun 1985AhmadAl-Syarbashi melakukan
penelitian tentangtafsir
denganmenggunakanmetodedeskriptif,eksploratifdananalisissebagaimana hairiya yang
dilakukan Quraish Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan adalah bahan-bahan
bacaan atau kepustakaan yang ditulis para ulama tafsir, seperti Ibn Jarir
AI-Thabati, Al-Zamakhsyari, Jalaluddin AI-Suyuthi, Al-Raghib Al-Ashfahani,
AI-Syatibi, Haji Khalifah. Hasil penelitiannya itu mencakup tiga bidang.
Pertama, rnengenai sejarah penafsiran Alquran yang dibagi ke dalam tafsir pada
masa sahabat Nabi. Kedua, mengenai corak yaitu ta.fsir ilmiah, tafsir sufi, dan
tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan pernbaruan ,di bidang tafsir.
Menurutnya, tafsir pada zaman Rasulullah
Saw., pada awal masa pertumbuhan Islam disusun pendek dan tampzk ringkas karena
penguasaan trahasa Arab yang mumi pada saat itu cukup untuk memahami gaya dan
susunan kalimaL Alquran. Pada masa-masa
sesudah itu pengua,aan bahasa Arab yang murni tadi mengalami kerusakan akibat
percampuran rnasyarakat Arab dengan bangsa-bangsa lain, yaitu ketika pemeluk
Islam berkembang meluas ke berbagai negeri. Untuk memelihara keutuhan
bahasanya, orangqrartgArab mulai meletakkan kaidah-kaidah bahasa Arab seperti
Ilmu Nahwu (gramatika)dan Balaghah (retorika). Di samping itu, mereka juga
mulai menulis tafsir Alquran untuk dijadikan pedoman bagi kaum Muslimin: Daigan
adanya tafsir itu umat Islam dapat memahami banyak hal yang samar an sulit
untuk ditangkap maksudnya.
Lebih lanjut Al-Syarbashi mengatakan,
tentu saja pertama-tama kifa )mus mengambil tafsir dari Rasul Allah Saw.
melalui riwayat-riwayat hadis Mg tidak ada keraguan atas kebenarannya. Ini
sangat perlu ditekankan, karena banyak hadis maudlu (palsu-buatan). Setelah
kita pegang tafsir yang baasal dui nabi, barulah kita cari tafsir-taEsir dari
para sahabat beliau.u
°Ahmad Al-Syarbashi, Sejarab
Tafsir.Qur'an, (tel.), Qakarta: Pustaka Firdaus,1985),, ,h1m.69.
Tentang tafsir ilmiah,
Ahmad AI-Syarbashi mengatakan, sudah dapat kita pastikan bahwa dalam Alquran
tidak terdapat suatu teks induk yang bertentangan dengan bermacam kenyataan
ilmiah. Ini merupakan satu segi
dari kedudukannya sebagai
mu'jizat. Munculnya istilah tafsir' ilmiah yang dikemukakan Al-Syarbashi
tersebut antara lain didasarkan data pada kitab Tafsir Ar-Razi. Dalam kaitan
ini ia mengatakan bahwa dalam kitab Tafsir AlRazi banyak baf;iannya yang dapat
dianggap ilmiah, sama halnya dengan kitab tafsir Muhammad bin Ahmad
Al-Iskandrani dengan judul panjang, yaitu Kasyful Asrar Al-Nuraniyah
al-Qur'anijyah ft Ma Yata'allaqu bi alArruah al-Samawiyyah wa al Ardliyah.
Demikian juga kitab-kitab tafsir yang lain seperti Muqaranatu Ba'dbi Mabahith
al-Hai'ah bi al-Warid fi alNushushy Syar iyykh, karya Abdullah Pasha Fikri;
Kitab Ta(sir al Jawahir karya Syaikh Thantawi Jauhari, dan kitab-kitab tafsir
lainns-a yang cenderung menafsirkan Alquran secara ilmiah.
Selanjutnya;, tentang tafsir sufi,
Al-Syatbashi mengatakan ada kaum sufi yang sibuk menafsirkan huruf huruf
Alquran dan berusaha menerangkan hubungannya yang satu dengan yang lainnya.
Adanya tafsir Sufi tersebut, Al
Syarbashi mendasarkan
kepada kitab-kitab tafsir yang dikarang para ulama sufi. Untuk itu ia mengutip
pendapat Al-Thusi yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang telah dapat
dijangkau dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, segala sesuatu yang telah,
dap~t dipahami dan segala sesuatu yang telah diungkapkan serta diketahui oleh
manusia, semuanya itu berasal dari, dua huruf yang terdapat pada permulaan
Kitabullab, yaitu bismillah dan al-bamdulillah karena keduanya bermakna billah
(karena Allah) dan lillah (bagi Allah): llmu dan pengetahuan ap4 saja yang
dimiliki manusia atau apa' saja yang telah dapat dimengerti ,oleh manusia
tidaklah ada dengan sendirinya, melainkan adanya karena Allah clan bagi Allah?r
Mengenai tafsir politik,
Al-Syarbashi`mendasarkannja pada pendapatpendapat kaum Khawarij clan lainnya
yang terlibat dalam politik dalam me-"Ibid., h1m.139.
mahami ayat-ayat Alquran.
Menurut mereka terdalvt ayat-ayat Alquran yang berkenaan dengan perilaku dan
pcran politik yang dimainkan oleh kelompok yang bertikai. Misalnya ayat yang
artinya: Di aulcrrcr nranusia ada ooang yang mengorbankdn dirirrya denri keridlcrcur
Allah. (QS AI-Iiaqarah, 2:2U7). Menurut kaum Khawarij, ayat tersdbut diturunkan
berkenaan dengan Ibn Muljam, orang yang memlwnuh 'Ali bin Ahi'1'h;rlih.
Sclanjutnya, ayat yang artinya: Jika ada dua golongan dcrri urcrrrr;-onurr,y
yurrg bcrinzan berperang, damaikanlah antara kedrrcurya. (()S AI-I lujurat, 9).
Menurut kaum Khawarij ayat tersebut diturunkan Allah bcrkaitan dengan
terjadinya peperanf;an antara golongan Ali bin Abi 'I'hali( clan l;olongan
Mu'awiyah bin Abi SuNan.Z'
Selanjutnya, mengenai gerakan pcmhaharuan
di bidang tafsir, Ahmad t11-Syarbashi mendasarkan pada beberapa karya ulama
yang muncul pada awal abad ke-20. la menyebutkan Sayyid Rasyid Riciha -rnurid
Syeikh
Muhammad Al:vduh yang rnencatat clan
mcnuanl;kan
kuli,rlr-kuliah gurunya ke d:rlorn majnlah Al-Mar7ar. Itu mcrynkan Ianl;kal+
pcrt:rm;r. 1ur sc>crlunya dalam Sebuah kitab tafsir yang diberi narna
7irf.sir al-Muncrr, yaitu kit:rl) tafsir yang mengandung pembaharuan clan
sesuai dengan perkemlrrnl;an r
Model Syaikh Muhammad Al-Ghazali
Syaikh Muhammad
Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir Islam abad modern yang produktif.
Banyak hasil penelitian vang ia lakukan, termasuk clalam loidang tafsir
Alquran. Sebagaimana para peneliti tafsir lainnya, Mtrhamrnad AI-Ghazali
menempuVi cara penelitian tafsir yang bercorak cksploratif, dcskriptif, dan
analitis dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama
terdahulu.
S:+I,1Il SatU hasil
penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Al-Ghazali ad,+lah Iwrp oful l3erdialog
dengan AI-Qur'arz. Dalam buku tersebut dilaporkan rnacam-m.+cam metode
memahami Alcluran, ayat-ayat knrrniyab dalam Alquran, bagaimana mcmahami
Alquran, peran ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan dalam memahami Alquran.
Tentang macam-macam metode mernahami
Alqurarv, AI-Ghazali mcmf ral;inya ke clalam mctode kl,uik dan metode modern
dalam memahami rllipr:rn. Mcwurutnya dalam bcrloagai kajian tafsir, kita anyak
menemukan
nxucxlc nwaahami Alquran
yang berawal dari ulama generasi terdahulu. 'Mcruka ml;tll I)Cr'lrtialltl mernaVlaml
kandungan Alquran,sehingga lahiriahapa yang kir:r kcn:+l dcngan metode
memahamiAlquran.z' Kajian-kajian ini beckisa: Ir,rda us;tl+a-usaha menemulcan
nilai-nilai sastra, fiqih, kalam, aspek sufistikfilosofisnyr+, pcndidikan, dan
sebagainya. Dengan menggunakan metode yang tclah ada, dapatkah kita
menggunakannya pada zaman sekarang? Dcmikian pcrtan}wn yang diajukan AI-Ghazali
setelah ia menemukan berbagai mctodc yang digunakan para ulama terdahulu dalam
memahami Alqucan. Muhammad AI-Ghazali, misalnya, menyebutkan metode kajian
tcolop;is, sufistik, clan filosofis yang Jianggap cukup radikal dan mern~entuh
r11;rti;llall-nlaSallh hukum.
"Ibid., film. 150. "Ibid., hlm.
161. '6Ibid., hlm. 162.
I'Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Berdialog
dengarr Al-Quran, (tetj.) M2Rtw H" dan Ubaidillah dari judul ash
KaijaN2ta'amal ma'aAlquran (Bandung:
htitsn, I946Jt,cI~."' , , serbagai macam metode arau kajian yang
dikemukakan Muhammad AI-Ghazali tersebut oleh ulama lainnya ciisebut sebagai
pendekatan, clan bukan metode. Hal ini terjadi karena sebagai scbuah disiplin
ilmu biasanya
memiliki metode. Dalam hubungan ini
Muhammatl AI-Ghazali helihatannya ingiri mengatakan bahwa metode yang terciapat
dalam berhagai disiplin ilmu tersebut ingin digunakan dalam memahami Alquran.
Selanjutnya, Muhammad
Al-Ghazali mengemukakan adanya metode modern dalam memahamiAlqurm. Metodc
modern ini tirnbui sebagai aki-bat dari adanya kelemahan pada berbagai metode
yang telah disebutkan di atas. Dalam hubungan ir,i, Muhammad hl-Ghazali
menginformasikan adanya pendekatanatsariyahatau tajsirbi al-nra'tsur.
Menurutnya,kajianinidapat kita lihat dalam kitab tafsir Ibn Katsir, kitab
tafsir yang populer. Metode ini pernah digunakan oleh Ibn Jarir Al-Thabari.
Tetapi menurut Muhammad AlG.hazali metode ini perlu mendapat kritik karena
ayat-ayat dalam kajian tersebut banyak dikaitkan dengan hadis-hadis dhaif,
sehingga apa yang diharapkan dari sebuah tafsirAlquran dengan pemikiran Qurani,
tampaknya belum begitu terlihat. Sayyid Quthub dalam sebuah karyanya, Fi Dzilal
AIQur'an misalnya, dinilai oleh Muhammad AI-Ghazali, hanya mengutip nashrtash
saja dari tafsir Ibn Katsir, sedangkan hadis-hadisnya tidak dikutip selengkap
ia mengutip nash-nash yang ada. Hal ini dimaksudkan agar beliau dapat menemukan
pikiran-pikiran baru yang orisinal.
Selanjutnya, Muhammad
AI-Ghazali mengemukakan ada juga tafsir fang bercorak dialogis, seperti yang
pernah dilakukan oleh AI-Razi dalam tafsirnya Al-Tafsir al-Kabir. Menurutnya,
tafsir ini banyak mertyajikan tematema menarik, namun sebagian dari tema
tafsir tersebut sudah keluar dari batasan tafsir itu sendiri, yang menjadi
acuan kebanyakan penafsir Alquran.
Iierangkat dari adanya
berbagai kelemahan !erkandung dalam metode penafsiran masa lalu, terutama jika
dikaitkan dengan keharusan mernberikan jawaban terhadap berbagai masalah
kontemporer clan modern, Muhammad AI-Ghazali sampai pada suatu saran antara
lain: "Kita inginkan saat ini adalah karya-karya keislaman yang menambah
tajamnya pandangan
Islam clan bertolak dari
pandangan Islam yang benar dan berdiri di atas argumen yang memiliki hubungan
dengan Alquran. Kita hendaknya berpandangan bahwa hasil pikiran manusia adalah
relatif dan spekulatif, bisa benar bisa juga salah. Keduanya memiliki bobot
yang sama dalam sebuah kegiatan pemikiran. Di sisi lain, kita juga tidak
menutup mata terhadap adanva manfaat atau fungsi serta sumbangan pemikiran
keagamaan lainnya, bila itu semua menggunakan metode yang tepat".1»Itulah
sebagian kesimpulan dan saran yang diajukan Muhammad Al-Ghazali dari hasil
penelitiannya.
Model Penelitian Lainnya
Sclanjutnya, dijumpai
pula penelitian yang dilakukan Pa.
u(ama terhadap aspek-aspek tertentu dari Alquran. Di antaranya ada yang memfokuskan
penelitiannya terhadap kemu'jizatan Alquran,19 metode-metode;3° kaidah-kaidah
dalam menafsirkan Alquran,3' kunci-kunci untuk memahami Alquran,32 serta ada
pula yang khusus meneliti mengenai corak dan arah penafsiran Alquran yang
khusus terjadi pada abad keempat 33
~IIbid., hlm. 37.
"Penelitian terhadap
kemu'jizatan Alquran antara lain dilakukan oleh Muhamas Mutawali A!-Sya'tawi
dalam bukunya berjudul k1u jizat AI-Quran.
'°Abd AI-Hay Al-Farmawi termasuk ulama
yang secara khusus meneliti do mengembangkan metode penafsiran Alquran secara
maudlu'iy (tematik). Untuk ini ia r.wulis buku berjudul al-Bidayah ft al-Tajsir
al-Maudlu'iy. Dlasih juga dalam peneGtian bidartg
metodologi dilakukan oleh Muhammad
BaqirAl-Shadr, dalam bukunya berjudul al-.Nadrasab al-Quraniyah al-Tajsir al
-Maudlu'iy dan Tajsir al- Tajzi'i di dalam Alqutan.
}'Abd al-Rahman bin Nashir Al-Shu'dy
misalnya menulis buku berjudul al-Qam ul alHisan Ii Tajsir AI-Quran. Dalam
buku tersebut dikemukakan tujuh puluh kaidah d2}am menafsirkan Alqutan. Di
antaranya kaidah yang berbunyi al-Ibrab bi Umum al-lajWla bl
khushtab al-sabab, thariqat Al-Quran fi
taqrir al-taubid, thariqat AI-Quran fi taq& dnubuunvah, tbariqat A-Quran
fi al-kbitab bi al-abkam.
j2Shalkah Abd Al-Fatah menulis buku
berjudulMajatib li al-Ta ammulMa aAlQrdmt Di dalamrtya dikemukakan tentang
nama-nama dan sifat-sifzt Alqutan, berbapI pudznpn para All mengenai Alqutan,
tujuan clan kandungan yang ada di dalam Alqttm
"Abd AI-Rahman bin Sulairnan Al-Rumy
dalam bukuny2 berjudul lmfabXdTqbft al-Qarn al-Xabi'i Aryar sebanyak tiga juz
telah membahas panjan8 kbar te~ pa'lpea+ban,gan tafsir yang terjadi psda abad
keempat. . .
Selanjutnya, Amin
Abdullah dalam bukunya berjudul Stucli Agama juga telah n;elakukan penelitian
deskriptif secara sederhana terhadap perkembangan tafsir. Amin Abduliah
rnengatakan, jika dilihat secara garis besar perjalanan sejarah penulisan
tafsir pada abad pcrtengalian, agaknya tidak terlalu meleset jika dikatakan
bahwa dominasi penulisari tatsirAlquran secara leksiografis (lughawi) tampak
lebih menonjol. Tafsir katya Shihab AI-Din AI' Khaffaji (1659) memusatkan
perhatian pada analisis gramatika dan analisis sintaksis atas ayat-ayat
Alquran. Juga karya AI-Baydawi (1286), yang tiingga sekarang masih dipergunakan
di pesantren-pesantren, memusatkan perhatian pada penafsiran Alquran corak leksiografis
seperti itu.
Tafsir t, todern
karya'Aisyah Abd Rahman bint AI-Syati' al-Tajsiral-13ayan li Al- Qur'an
al-Karim yang oleh silabus jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin LAIN Sunan
Kalijaga halaman 151 disebut sebagai Tafsir A1=Asri, juga masih punya kesan
kuat corak leksiografis.3;
Amin Abdullah lebih
lanjut mengatakan, meskipun begitu, masih perlu digarisbawahi bahwa karya
tafsir mutakhir ini kaya dengan metode komparatif di dalam memahami clan
menafsirkan arti suatu kosakata Alquran. Binti AI-Syati' selalu melihat ulang
bagaimana penafsiran dan pemahaman para enafsir pendahulunya AI-Thabari,
Al-Naisaburi, AI-Razi, Al-Suyuthi, Al~amakhsyari, Ibn Qayyim, M. Abduh
lain-lainnya, sebelum beliau mengemukakan pendapatnya sendiri di akhir suatu
bahasan.
Tanpa harus mengecilkan
jasa besar tafsir y~ang bercorak leksikografis, corak penafsiran seperti itu
dapat membawa kita kepada pemahaman Alquran yang kurang utuh karena belum
mencerminkan suatu kesatuan pemahaman yang utuh clan terpadu dari ajaran Alquran
yang fundamental. Prya tafsir yang menonjolkan ! jaz umpamanya, akan membuat
kita terpesona akan keindahan bahasa Alquran, tetapj belum dapat menguak
nikai-nilai spiritual clan sosio moral Alquran untuk kehidupan sehari-hari
manusia. Begitu juga penonjolan Asbab al-Nuzzc! bila terlepas dari nilai-nilai
Amin MAMA, Studi Anama (Yogyakarta:,Pustaka
Pelajar,199G), cct. l, hlm. 136.
fundamental universal yang ingin
ditonjolkan -sudah barang tentu bermanfaat untuk memp°lajari latar belakang
spjarah turunnya ayat per avat, tetapi juga mengandung minus keterkaitan clan
keterpaduan antara ajaran Alquran yang bersifat universal clan transendental
bagi kehidupan manusia di manapun mereka berada.35
"Ibid., h1m.139-140.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar