PENGAWASAN DAN MOTIVASI KERJA DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN
ISLAM
A. Pengertian pengawasan
(Controlling)
Dalam lembaga pendidikan
pengawasan mempunyai peran penting, sebab dengan adanya pengawasan dapat
diketahui hasil dari pelaksanaan pekerjaan, apa sesuai dengan rencana dan
standar yang sudah ditentukan atau tidak.[1]
Menurut Murdick mengatakan bahwa pengawasan merupakan
proses dasar yang secara esensial tetap diperlukan bagaimana luasnya dan
rumitnya suatu organisasi. Sedang menurut faham klasik, pengawasan adalah suatu
proses yang bersifat memaksa-maksa agar kegiatan pelaksanaan dapat disesuaikan
dengan rencana yang sudah ditetapkan. (Nanang Fattah, Drs. 1996 :102).[2]
Menurut Winardi “Pengawasan adalah semua aktivitas
yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual
sesuai dengan hasil yang direncanakan”. Sedangkan menurut Basu Swasta
“Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat
memberikan hasil seperti yang diinginkan”. Sedangkan menurut Komaruddin “Pengawasan
adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan
awal Unk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti”.[3]
Pengawasan
adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan guna menjamin bahwa berbagai
kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah di tetapkan sebelumnya. Dari
definisi tersebut terlihat bahwa pengawasan diselenggarakan pada waktu kegiatan
sedang berlangsung.[4]
Pengawasan juga sebagai
alat untuk memantau dan menilai perencanaan dan pelaksanaan, apa ada kesalahan
dan penyimpangan, untuk kemudian dilakukan perbaikan serta mencegah supaya
tidak terulang lagi kesalahan dan penyimpangan. Jadi dapat penulis simpulkan,
bahwa pengawasan adalah tindakan atau proses kegiatan untuk mengontrol dan
menilai terhadap pelaksanaan pekerjaan yang sesuai dengan rencana yang sudah
ditentukan atau ditetapka.
Pengawasan adalah
suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan
untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja
aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah
terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan
yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan atau pemerintahan
telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan
atau pemerintahan. Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan suatu
perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh
manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.[5]
Pengawasan pada
dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan
penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui
pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan
efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan
erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah
dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan
dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan
kerja tersebut.
Konsep pengawasan
demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan merupakan bagian dari fungsi
manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai bentuk pemeriksaan atau
pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di bawahnya.” Dalam ilmu
manajemen, pengawasan ditempatkan sebagai tahapan terakhir dari fungsi
manajemen. Dari segi pendidikan, pengawasan mengandung makna pula sebagai:
“pengawasan atas pelaksanaan seluruh
kegiatan dalam lembaga pendidikan islam yang diperiksa untuk menjamin agar seluruh
pekerjaan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan rencana”
atau
“suatu usaha agar suatu pekerjaan
dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dan dengan
adanya pengawasan dapat memperkecil timbulnya hambatan, sedangkan hambatan yang
telah terjadi dapat segera diketahui yang kemudian dapat dilakukan tindakan
perbaikannya.”[6]
Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan
terjadinya penyimpangan atas rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang
dapat dilakukan adalah:
a. mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan;
b. menyarankan agar
ditekan adanya pemborosan;
c. mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran
rencana.
B.
Teknik-teknik pengawasan
Untuk mengetahui lebih
jelas apakah penyelenggaraan berbagai kegiatan sesuai dengan rencana atau
tidak, maka dari itu kita perlu mengamati jalannya kegiatan tersebut. Adapun
teknik yang dapat digunakan antara lain adalah: pertama: pengamatan
langsung oleh atasan untuk melihat sendiri bagaimana caranya para petugas
menyelenggarakan kegiatan dan menyelesaikan tugasnya. Kedua: melalui laporan
baik lisan maupun tulisan dari yang mengawasi secara langsung kegiatan para
bawahannya. Ketiga: wawancara. Wawancara dengan para penyelenggara berbagai
kegiatanpun dapat dilakukan dalam rangka pengawasan.[7]
C. Jenis-jenis
pengawasan
Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pengawasan
Intern dan Ekstern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan
oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan lembaga pendidikan yang
bersangkutan. Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara
pengawasan atasan langsung. Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang
dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar lembaga pendidikan.
2. Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai,
“pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu
dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya,
pengawasan ini dilakukan dalam sebuah lembaga pendidikan dengan maksud untuk
menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang
ingin dicapai. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem
pelaksanaan dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif
akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung,
sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.
Di sisi lain, pengawasan represif adalah
“pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu
dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran,
di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah
itu, dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya penyimpangan.
3. Pengawasan Aktif dan Pasif
Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk
“pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini
berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui
“penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang
disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.”[8]
D. Proses pengawasan
Dalam melakukan pengawasan
perlu diperhatikan proses pengawasan yang terdiri dari tiga tahap yaitu:
1. Menetapkan
standar-standar pelaksanaan pekerjaan maksudnya adalah menentukan
kriteria-kriteria untuk mengukur pelaksanaan suatu pekerjaan yang terdapat
dalam lembaga pendidikan.
2.Pengukuran hasil atau
pelaksanaan pekerjaan maksudnya adalah aktivitas atau pekerjaan yang sedang dan
telah dilaksanakan diukur berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan
dalam perencanaan.
3.Menentukan kesenjangan
antara pelaksanaan dengan standar rencana. Dalam melakukan pengawasan hendaknya
mengoreksi atau meneliti, apakah terdapat penyimpangan atau tidak, kalu memang
menemukan penyimpangan pelaksanaan yang tidak sesuai dengan standar dan rencana
maka diusahakan ada perbaikan.[9]
Dalam proses pengawasan
terdapat beberapa unsur yang perlu mendapat perhatian yaitu:
1. Unsur proses yaitu usaha yang bersifat
kontinyu terhadap suatu tindakan yang dimiliki dari pelaksanaan suatu rencana
sampai dengan hasil akhir yang diharapkan.
2. Ukuran atau standarisasi dari pengawasan.
3. Tehnik-tehnik pengawasan yaitu cara-cara yang digunakan untuk melakukan pengawasan atau juga pendekatan-pendekatan yang diambil untuk menyelesaikan suatu masalah.[10]
2. Ukuran atau standarisasi dari pengawasan.
3. Tehnik-tehnik pengawasan yaitu cara-cara yang digunakan untuk melakukan pengawasan atau juga pendekatan-pendekatan yang diambil untuk menyelesaikan suatu masalah.[10]
E. Motivasi dalam lembaga pendidikan
Motivasi adalah sebuah dorongan untuk merubah diri ke
arah yang lain, yang bisa ke arah lebih baik ataupun sebaliknya.[11] motivasi adalah proses yang
menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk
mencapai tujuannya.[12] Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan,
menyalurkan dan memelihara perilaku manusia. Motivasi ini merupakan suatu
proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang kita
inginkan.[13]
Seorang manajer dalam lembaga pendidikan harus mampu
memotivasi. Kemampuan seorang manajer untuk memotivasi dan mempengaruhi,
mengarahkan dan berkomunikasi sangatlah penting karena akan menentukan
efektifitas manajer. Dan ini bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
tingkat prestasi seseorang. Manajer yang dapat melihat motivasi sebagai suatu
sistem akan mampu meramalkan perilaku dari bawahannya.
F. Teori motivasi
1. Teori
Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori
motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
(1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus,
istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti
fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3)
kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem
needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan
(5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan
bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
berubah menjadi kemampuan nyata.[14]
2. Teori
McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari
McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need
for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai
dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi
merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan
sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau
mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal
tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku.
Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak
untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain.
Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”[15]
Menurut
McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers)
memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan
tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di
mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena
faktor-faktor lain, dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan
kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori
Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan
ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman
motivasi. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari
motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut
teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong
berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri
seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan
adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar
diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.[16]
4.Teori
Keadilan
Inti
teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan
kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan
yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa
imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
- Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
- Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
5.Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan
bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni
: (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya;
(c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang
strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan
tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.[17]
6. Teori Victor H. Vroom (Teori
Harapan )
Victor H. Vroom, dalam
bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang
disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan
akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang
bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya
itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan
tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang
bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.[18]
DAFTAR PUSTAKA
1. http;//tdj.blogspot.com/pengawasan
dalam LPI diakses tanggal 16 oktober 2011
2. Sondang P. Siagian, 2000. Manajemen
Stratejik. Bumi Aksara, Jakarta.
3. http;//wordprees.com/perencanaan dan
pengawasan diakses tanggal 16 oktober 2011
4. Siswanto, 2005. pengantar manajemen. Bandung. Bumi Aksara
5.
http;//id.wikipedia.org/wiki/motivasi.com diakses tanggal 16 oktober 2011
6.
http;//syarifhidayat21.blogspot.com/pengarahan-pengembangan diakses tanggal 16
oktober 2011
[1]
http;//tdj.blogspot.com/pengawasan dalam LPI diakses tanggal 16 oktober 2011
[2]
ibid
[3]
Sondang P. Siagian, Manajemen Stratejik. Bumi Aksara, Jakarta,2000 h 257
[4]
Ibid h 258
[5]
http;//wordprees.com/perencanaan dan pengawasan diakses tanggal 16 oktober 2011
[6] Siswanto,
2005. pengantar manajemen. Bandung.
Bumi Aksara
[7]
Sondang P. Siagian, op cit h 259
[8]
http;//indra kurniawan.blogspot.com diakses tanggal 16 oktober 2011
[10] ibid
[11]
Surya, M., Psikologi Pendidikan. Bandung,
1982, h. 156.
[12]
http;//id.wikipedia.org/wiki/motivasi.com diakses tanggal 16 oktober 2011
[13]
http;//syarifhidayat21.blogspot.com/pengarahan-pengembangan diakses tanggal 16
oktober 2011
[14]
ibid
[15] ibid
[16]
ibid
[17]
op cit
[18]
ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar